Kata idul adha artinya kembali kepada semangat berkurban. Berbeda dengan idul fitri yang artinya kembali kepada fitrah. Bila Idul Fitri berkaitan dengan ibadah Ramadan, di mana setiap hamba Allah selama Ramadan benar-benar di sucikan sehingga mencapai titik fitrah yang suci, tetapi dalam Idul Adha tidak demikian. Idul Adha lebih berupa kesadaran sejarah akan kehambaan yang di capai nabi Ibrahim dan nabi Ismail alaihimus salam. Karenanya di hari tersebut ibadah yang paling utama adalah menyembelih kurban sebagai bantuan terhadap orang2 miskin.
Dalam surat Ash Shaffat 100-111, Allah swt. menggambarkan kejujuran nabi Ibrahim dalam melaksanakan ibadah kurban, memiliki 2 hal indikator yaitu:
1. al istijabah alfauriyah yakin kesigapannya dalam melaksanakan perintah Allah sampaipun harus menyembelih putra kesayangannya.
Ini nampak ketika nabi Ibrahim langsung menemui putranya Ismail begitu mendapat perintah untuk menyembelihnya, di saat yang sama ia langsung menawarkan perintah tersebut kepadanya. Allah berfitman: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama2 Ibrahim, Ibrahim berkata :"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendaptmu!" Dan ternyata al istijabah al fauriyah ini nampak juga pada diri Ismail ketika menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada mu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang2 yang sabar."
2. shidqul istislam yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah.
Allah berfirman : "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis nya"
inilah pemandangan yang sangat menegangkan. Bayangkan seorang ayah dengan jujur sedang siap2 melakukan penyembelihan. Tanpa sedikitpun ragu, kata aslamaa yang artinya keduanya berserah diri menunjukan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Ibrahim maupun Ismail. Disanalah hakikat kehambaan benar2 nampak. Bahwa sang hamba tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada tuhannya. suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman yang berjuang menuju derajat kehambaan. karenanyapada ayat 100 setelah itu, Allah menegaskan bahwa keduanya benar2 hambany, Allah berfirman : "Sesungguhnya ia termasuk hamba2 kami yang beriman."
Dari sini nampak bahwa untuk mencapai derajat kehambaan sejati, tidak adal lain kecualidengan membuktikan al istijabah al fauriyyah dan shidqul. Nabi Ibrahim dan nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah swt. yang maha mengetahui telah merekamnya. Bila allah mendeklarasikan maka itu persaksian yang paling akurat. Tidak perlu di perbincangkan lagi. bahka Allah swt,mengabadikannya menjadi hari idul adha. supaya semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin kepada nabi Ibrahim dan nabi Ismail.
Dengan demikian, esensi Idul adha bukan semata ritual menyembelih kurban, melainkan lebih dari itu, membangun semangat kehambaan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam kehidupan sehari2.
Yang perlu di keritis dalam hal ini , adalah bahwa banyak orang islam masih mengambil si2 ritualnya saja, sementara esensi kehambaanya dulupakan. Sehingga setiap tahun umat islam merayakan Idul Adha, tetapi perilaku keseharianya menginjak2 ajaran Allah swt. apa yang Allah haramkan dengan mudah dilanggar. Dan apa2 yang Allah telah perintahkan diabaikan. bukanlah Allah berfirrman udkhuluu fissilmi kaafaah?Tapi dimanakah makna kaffah itu dalam dataran kehidupan umat islam ? karena itu, setiap kita memasuki hari idul adha, yangpertama kali harus kita gelar adalah semangat kehambaan yang kaffah kepada Allah. Bukan kehambaan sepenggal2 atau kehambaan musiman.
0 komentar:
Posting Komentar